Masya Allah... Luar Biasa... Kisah Nyata Tukang Becak dan Dahsyatnya Doa
Kisah ini diceritakan oleh Prof. Mahfud MD pada awal
Ramadhan, empat tahun yg lalu pada ceramah malam pertama tarawih yg diberikan beliau ketika masih Ketua MK.
Ceritanya adalah mengenai seorang lelaki tua tukang becak yg
sanggup menyekolahkan anak2nya hingga menjadi orang. Di atas kertas, sebenarnya
muskil baginya untuk bisa mengantarkan anak2nya sekolah hingga perguruan
tinggi. Namun kemustahilan itu toh terlampaui juga.
_
Mahfud, yg mengenal lelaki itu, tentu saja penasaran.
"Bagaimana bisa Bapak sanggup melakukan semua itu, apa yg sudah Bapak
lakukan untuk anak2?!" kurang lebih, begitu pertanyaannya pada lelaki itu.
Dengan bahasa Jawa halus, lelaki itu menjawab tatag,
"Saya hanya berusaha menjalankan pekerjaan saya dgn sebaik2nya, Pak."
"Mosok hanya itu, Pak?" Mahfud masih penasaran. Ia
berharap ada rahasia lain yg disimpan oleh lelaki itu.
Karena didesak, dengan wajah malu2 akhirnya lelaki sepuh itu
menjawab, "Sejak masih muda, saya rutin mengamalkan sebuah doa, Pak,"
ujarnya.
"Wah, doa apa itu?" Mahfud jadi kian penasaran.
"Nganu, Pak, doanya cuma pendek saja. Lha wong saya
saja tidak banyak belajar agama," aku si lelaki pengayuh becak, sembari
tersipu.
"Panjang dan pendeknya doa itu tidak masalah, Pak. Wah,
tapi doanya bagaimana ya, itu?!" Pokoknya Mahfud semakin penasaran.
"Setiap kali saya mengayuh becak, sejak muda dulu, pada
setiap kayuhan saya selalu membaca doa ini, 'lawala wala kuwata'. Nggih, ming
mekaten," ujar si pengayuh becak. Kali ini raut mukanya penuh kebanggaan.
Mahfud Md. kontan tercenung. Sebagai lulusan pondok, ia tahu
bahwa yg dimaksud oleh lelaki tua pengayuh becak itu sebenarnya adalah bacaan
'hauqalah', yg aslinya berbunyi "laa haula wala quwwata illa billah"
(tiada daya upaya kecuali karena Allah). Hanya, karena lelaki tua itu tak
pernah belajar mengaji, maka ia hanya mengingat bacaan itu dalam redaksi yg
lain, semampu yg didengarnya saja.
Tapi bayangkan, sungguh Allah memang Maha Pemurah dan Maha
Pengasih, ujar Mahfud. "Bahkan sebuah dzikir yang redaksinya keliru pun
diijabah-Nya," kelakar Mahfud dalam ceramahnya.
Sahabat...
Memang, bukankah nilai sebuah doa tak terletak pada susunan
redaksionalnya?! Bukankah Yang Kuasa tak mungkin keliru mendengar atau memahami
maksud hambaNya?!
Tapi kita, yg fakir ini, masih saja gemar mempertengkarkan
soal kemasan dan redaksional, sehingga sering jadi kehilangan esensi (niat dan
ketulusan hati yaitu terbebas dari riya' dan sombong).
Sadar akan Allah diatas segalanya, termasuk dalam hal
diterimanya/tidak suatu amal Ibadah.... yg tidak sesuai dimata kita belum tentu
tidak sesuai di mata Allah... bersihkan hati kita dari perasangka buruk dan
mudah menghakimi orang lain, sebaiknya kita lebih waspada apakah amalan yg
Allah beri kekuatan untuk kita lakukan sudah diterima atau belum dari pada kita
sibuk memikirkan amalan orang lain.
Semoga bermanfaat dan tolong bagikan info ini untuk menambah keimanan kita semua...
Sumber: FP Buka Buku Berkah
Komentar
Posting Komentar